Gawat Xi Jinping! China Makin Parah, Siap Masuk Jurang

Gawat Xi Jinping! China Makin Parah, Siap Masuk Jurang

Ilustrasi bendera China. AP/

China saat ini sedang dalam masalah cukup serius mulai dari krisis properti, tingginya tingkat pengangguran kaum muda, hingga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi.

Sektor properti di China telah lama menjadi mesin pertumbuhan yang vital bagi ekonomi terbesar kedua di dunia dan menyumbang sebanyak 22-23% terhadap PDB (termasuk furnitur dan elektronik rumah tangga) dibandingkan sebelum deleveraging sebesar 30-35%.

Salah satunya yakni di mana raksasa https://hellokas.store/ real estate Evergrande harus bangkrut dengan utang US$300 miliar atau Rp4.650 triliun (kurs Rp15.500) baik ke bank, pemegang obligasi, pemasok, dan pelanggan.

Raksasa properti China yang terlilit utang, Evergrande Group, mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 15 di pengadilan Amerika Serikat (AS) pada hari Kamis (17/8/2023). Dalam pengajuan ke pengadilan kebangkrutan, perusahaan merujuk proses restrukturisasi di Hong Kong, Kepulauan Cayman, dan Kepulauan Virgin Britania Raya.

Selain itu, pengembang properti raksasa Country Garden pun akhirnya gagal membayar bunga atas surat utang senilai US$500 juta atau Rp7,75 triliun yang jatuh tempo pada tahun 2025.

Batas waktu, termasuk masa tenggang 30 hari setelah melewati tenggat waktu awal 17 September, untuk membayar bunga sebesar US$15,4 juta atau Rp238,7 miliar telah berlalu minggu lalu. Oleh karena itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa gagal bayar.

Lebih lanjut, krisis dalam “shadow banking” mengancam mengganggu perekonomian di China khususnya sektor properti.

Dilansir dariĀ CNN, Zhongrong Trust telah gagal membayar bunga dan pokok beberapa produk investasi. Skala pembayaran yang terlewat melebihi 110 juta yuan (US$15 juta).

Sebagai informasi, Zhongrong Trust, yang mengelola dana senilai US$87 miliar untuk klien korporat dan individu kaya pada akhir tahun 2022, adalah satu dari ribuan firma manajemen kekayaan di China yang menawarkan tingkat pengembalian yang relatif tinggi kepada investor.

Mereka dianggap sebagai “shadow banking” yang biasanya mengacu pada aktivitas pendanaan yang terjadi di luar sistem perbankan formal, baik oleh bank melalui aktivitas off-balance-sheet, atau oleh lembaga keuangan non-bank, seperti firma perwalian.

Zhongrong terkait dengan Zhongzhi Group, salah satu konglomerat swasta terbesar di China yang beroperasi di bidang jasa keuangan, pertambangan, dan kendaraan listrik.

Berita mengenai keterlambatan pembayaran Zhongrong memicu tanggapan panik di media sosial, karena berita tersebut mengonfirmasi spekulasi online awal tahun ini bahwa Zhongzhi Group mengalami krisis likuiditas dan menghentikan pembayaran kembali beberapa produk investasinya.

Kekhawatiran investor yang terjadinya contagion effect ke negara sebesar US$2,9 triliun. Hal ini karena industri ini telah lama terkena dampak buruknya sektor real estate di China, yang saat ini berada dalam kemerosotan terburuk yang pernah ada.

Kasus properti di China saat ini menjadi buruk di tengah permintaan rumah merosot dan harga properti anjlok. Hal ini membuat pemilik rumah di China, yang baru saja menjalani tiga tahun pembatasan ketat akibat virus corona, menjadi lebih miskin.

“Di China, properti adalah tabungan Anda,” kata Alicia Garcia-Herrero, kepala ekonom Asia di perusahaan manajemen kekayaan Natixis.

Permasalahan lain yang dialami China yaitu tingkat kaum pengangguran (pemuda) yang sempat meningkat menjadi 21% pada Mei 2023 naik dari 15,4% pada dua tahun sebelumnya.

Tingkat pengangguran kaum muda (untuk mereka yang berusia 16 hingga 24 tahun) mencapai rekor tertinggi sebesar 21,3% pada bulan Juni, setelah itu pemerintah mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mempublikasikan statistik tersebut.

Untuk meningkatkan perekonomian dan menciptakan lapangan kerja, pemerintah melakukan hal-hal yang paling mereka ketahui yakni insentif pembelian rumah dan investasi infrastruktur yang diperkirakan mencapai US$1,8 triliun tahun ini.

Tidak sampai di situ, tekanan lainnya juga datang dari total utang yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan PDB.

Rasio utang terhadap PDB berada di angka 77% dengan utang pemerintah lokal sekitar US$12,6 triliun pada 2022. Sementara Utang Luar Negeri (ULN) China pada 2022 tercatat sebesar US$2.388,74 miliar atau sekitar Rp37.025 triliun (1US$ = Rp15.500).

Dalam Laporan Utang Internasional 2023 yang dirilis oleh Bank Dunia menunjukkan ULN China pada 2022 relatif mirip dengan tahun 2020 dan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan 2021. Pada 2021, ULN jangka pendek dan jangka panjang masing-masing berada di angka US$1.446,22 miliar dan US$1.205,34.

Dengan berbagai kondisi yang ada saat ini, DBS menilai bahwa China akan mengalami soft landing di 2024 setelah tiga tahun deleveraging di sektor properti. Tiga risiko lunak yang akan dihadapi China yakni rumah yang belum selesai (unfinished homes), utang pemerintah daerah, dan risiko geopolitik.

Sebagai informasi, pertumbuhan China empat dekade silam telah banyak dipengaruhi oleh utang. Pada tahun 2022, pembiayaan utang terhadap PDB menyumbang 343,9%.

Maka dari itu, perlunya pengurangan utang (debt deleveraging) selalu menjadi tugas para pembuat kebijakan di China.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*